watch sexy videos at nza-vids!

Fanny menemukan dirinya berada di tengah ranjang besar berlapis kain ungu terang dengan keharuman yang luar biasa memabukkan asap berbau kemenyan wangi yang berasal dari anglo tanah yang terpasang pada keempat penjuru ranjang. Tubuhnya hanya dibalut sehelai kain putih tipis yang menutupi dadanya dan bawahan yang juga dari bahan tipis yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Ia mengejap-ngejap matanya yang baru terbuka untuk memperjelas pandangannya, telinganya menangkap suara orang-orang berkomat-kamit seperti sedang melakukan ritual tertentu. Ia terkesiap melihat ada tujuh pria berjubah putih berdiri mengelilingi ranjang besar itu, kekagetannya bertambah saat melihat ke arah luar pendopo, dimana sudah berkumpul banyak orang yang kesemuanya adalah pria, semuanya bertelanjang dada, hanya memakai celana dalam panjang diikat oleh sabuk kulit besar.

“Baiklah warga desa, upacara Dewi Kesuburan mulai!” salah seorang dari mereka yang berambut dan berjanggut putih.

“Terimalah persembahan kami! Terimalah persembahan kami!” orang-orang di luar sana berteriak bersahut-sahutan membuat bulu-bulu di tubuh Fanny merinding karena suasana yang seram ini.

Pria tua berambut dan berjenggot putih itu naik ke ranjang dan menghampirinya. Seringai mesum di wajahnya membuat Fanny menggeser tubuhnya mundur-mundur.

“Jangan…jangan sentuh saya!” mohonnya, “Aaahh!! Lepasin!” ia meronta ronta ketika tangan kasar pria itu meraih pergelangan kakinya.

“Tidak, jangan…aaaahh!” jeritnya

Tangan pria tua itu merenggut kain yang menutupi bawahannya sehingga paha Fanny yang jenjang dan putih mulus langsung terekspos, demikian pula bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam merah. Keenam pria lainnya juga ikut naik ke ranjang itu mengepungnya, mereka melepas jubah masing-masing sehingga tinggal memakai celana dalam saja. Semuanya berwajah seram sehingga gadis itu makin tercekam dibuatnya. Ia makin menjerit dan meronta ketika tangan-tangan itu mulai menjarah tubuhnya, menarik-narik penutup tubuhnya hingga terlepas semuanya. Kedua tangan dan kakinya dipegangi sehingga ia tidak bisa menutupi tubuh telanjangnya.

Ketujuh pasang mata itu memandang nanar pada tubuhnya yang telanjang, tangan-tangan kasar mereka mulai menggerayangi tubuhnya, beberapa juga mulai menciumi dan menjilati tubuhnya. Posisi paling strategis dipegang oleh si pria tua itu yang kini berlutut di antara kedua belah pahanya sambil mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu. Fanny tertegun melihat penis itu yang masih bisa tegak berdiri walaupun pemiliknya sudah berumur.

“Upacara segera dimulai..” kata pria berambut putih itu

“Aaahh…aahh!” erang Fanny ketika pria itu menekankan kepala penisnya pada vaginanya.

Fanny terbangun dan mendapati dirinya terduduk di ranjangnya dengan nafas terengah-engah. Ia menyadari bahwa tadi itu adalah mimpi buruk, mimpi yang merupakan bayangan dari kejadian yang benar-benar dialaminya lima tahun yang lalu ketika KKN di sebuah desa terpencil dimana ia dijadikan ‘Dewi Kesuburan’ yang tugasnya menerima benih dari para tetua desa atau dengan kata lain yang lebih kasar menjadi objek pelampiasan nafsu mereka dengan ditonton puluhan penduduk desa yang menonton dirinya digangbang sambil mengocok-ngocok alat kelamin mereka. Ia memang telah mencoba melupakan dan mengubur kejadian memalukan itu dalam-dalam terutama sejak menikah tiga tahun yang lalu, bahkan kepada Andry, suaminya, pun ia belum berani berterus terang mengenai hal ini. Mendapatkan suami yang pengertian seperti Andry sudah lebih dari cukup bagi Fanny mengingat dirinya telah ternoda, rasa syukurnya kian bertambah setelah lahirnya seorang bayi lelaki yang lucu setahun dua bulan lalu. Ia ingin yang lalu biarlah berlalu dan menempuh hari depan yang lebih cerah bersama suami dan anaknya, namun sesekali bayangan pemerkosaan itu muncul lagi dalam mimpinya seperti yang dialaminya malam ini. Ia menoleh ke samping melihat Andry masih tertidur lelap. Dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara, ia bergerak turun dari ranjang dan membuka pintu kamar pelan-pelan. Ditekannya kran dispenser di ruang makan hingga air mengalir mengisi gelasnya. Setelah itu Fanny meminumnya hingga habis dan merasa lega, ia menyeka dahinya yang sedikit berkeringat dengan punggung tangan.

“Hhhaaahh!” Fanny tersentak kaget begitu berbalik dan melihat seseorang di belakangnya.

“Aduh…sori, sori Fan, ga maksud ngagetin lu!” sahut Andry seraya meraih kedua lengan istrinya itu, “kamu kenapa sayang? Kok sampe keringetan gini sih kaya ngeliat hantu aja?” dengan lembut ia membelai leher wanita itu.

“Ah…cuma mimpi buruk aja, jadi kebangun terus nyari air” jawab Fanny yang mulai tenang.

Andry mendekap tubuh istrinya itu dan membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Betapa Fanny merasa hangat dan aman dalam dekapan pria yang dikasihinya ini, ia merasa sangat beruntung menikah dan mendapatkan anak darinya. Dalam dekapan Andy, bayang-bayang mimpi buruk itu perlahan sirna dari benaknya setidaknya untuk saat ini.

“Udah yuk, kita kembali ke kamar” Fanny melepaskan diri dari suaminya setelah sekitar lima menit berpelukan mesra.

Keduanya kembali ke ranjang, malam itu Fanny tertidur lelap dalam dekapan Andry. Kebahagiaan perkawinannya selama tiga tahun seolah menutup dalam-dalam semua kejadian masa lalu. Sekalipun telah melahirkan anak, wanita Indo-Itali itu masih tetap memiliki pesonanya. Pasca melahirkan tubuhnya yang hampir 170cm itu dengan cepat menyusut kembali dibantu dengan gym dan obat-obatan tradisional. Kecantikan Euro-Asianya dengan mata hijau itu tidak pudar sedikitpun, potongan rambutnya yang kini lebih pendek, tinggal sebahu, membuatnya kelihatan lebih dewasa dan keibuan. Ia sangat menyayangi suami dan anaknya serta tidak ingin kehilangan mereka. Biarlah waktu yang mengubur masa lalunya, kini ia berkewajiban menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya. Sebelum memejamkan mata, Fanny pun berdoa dalam hati agar mimpi buruk tentang pemerkosaan itu tidak muncul lagi mengganggunya.

#######################

Keesokan harinya, pukul 6.13

‘Ting!’ oven toaster itu berbunyi dan dua potong roti tawar mencuat dari dalamnya. Fanny mengambil roti itu dan mengoleskan selai kacang. Kemudian dipotong-potongnya dua potong roti yang telah ditumpuk itu dan diletakkan di atas sebuah piring. Piring itu lalu diletakkannya di atas baki bersama dengan segelas kopi susu yang masih panas.

“Iiihh! Apaan sih!?” Fanny kembali kaget ketika sebuah tangan melingkari pinggangnya dari belakang.

“Pagi say…gua laper nih, mana sarapannya?” sapa Andry sambil merapatkan tubuhnya ke tubuh istrinya.

“Ini baru aja beres!”

“Maksudnya sarapan yang lain lagi say!” kata Andry menciumi leher jenjang istrinya, mengendusinya seakan tak ingin melewati aroma perempuan yang khas di pagi hari, “kamu cantik banget sayang, biar belum mandi belum make up!” bisiknya merayu di telinga Fanny.

Wajah Fanny merona kemerahan mendengar pujian suaminya itu. Ia mulai luruh saat kecupan demi kecupan dirasakan pada lehernya. Sementara tangan pria itu telah menyusup masuk ke balik dada gaun tidurnya yang berpotongan rendah dan meremas payudaranya yang montok. Fanny menengokkan kepalanya ke samping, saat itu Andry langsung memagut bibir istrinya yang cantik itu. Tangan Andry menurunkan tali yang menyangga gaun malam itu pada bahu kiri Fanny sementara tangannya yang lain meraba-raba bagian bawah menyingkap gaun tidur istrinya. Dielusinya paha mulus itu hingga telapak tangannya sampai di selangkangan istrinya yang masih tertutup celana dalam.

“Eeemmhh!” Fanny mendesah pelan di tengah percumbuannya saat tangan suaminya mulai menyusup ke balik celana dalamnya.

Birahi telah mengepung dan mengikat mereka, tak akan pernah lepas sampai gairah terhempas. Fanny menggelinjang merasakan kenikmatan mulai terbangun di bawah sana. Apalagi lalu jari suaminya semakin lama semakin memasuki gerbang kewanitaannya. Ia merapatkan kedua pahanya, tak tahan mendapat perlakuan seperti itu. Kemudian dengan cepat Andry membalikkan tubuh istrinya dan mengangkatnya ke atas meja makan dari bahan kayu jati itu. Perempuan itu pasrah dibaringkan di atas meja, dengan agak buru-buru ia menyingkirkan piring dan benda-benda yang menghalangi tubuhnya.

Meja itu memang cukup lebar menampung tubuh Fanny, walau kedua kakinya tetap bergelantungan. Andry menarik lepas celana dalam istrinya dan memposisikan diri di antara kedua belah paha istrinya. Jelas sekali terlihat kewanitaan Fanny yang bulunya tercukur rapi dengan belahan di tengahnya yang menggairahkan. Andry dengan segera memeloroti celana boxernya dan mengeluarkan penisnya yang telah ereksi. Tak kalah agresif, Fanny meraih penis suaminya yang baru keluar dari sarangnya dan dibawanya mendekati bibir kewanitaannya.

“Masukin say!” pintanya dengan wajah memerah.

Tanpa perlu diminta lagi, Andry pun mendorong pinggulnya dengan penuh perasaan hingga penisnya amblas perlahan-lahan dalam vagina istrinya yang cantik itu. Penisnya memang tidak besar, ukuran standar hanya 15cm dengan diameter 3cm.

“Aaakkhhh…yaaahh eenaakk!!” Fanny mendesah lirih saat penis itu membelah bibir vaginanya dan menggesek dinding di dalamnya.

“Kamu tambah cantik kalau lagi horny gini sayang” pujinya memandangi istrinya yang tengah terangsang.

Tangannya meraih payudara kiri Fanny yang telah terbuka dan meremasnya lembut, jarinya memencet-mencet putingnya hingga mengeras. Tanpa membuang waktu lagi, Andry pun mulai menggerak-gerakan pinggulnya, menghujam-hujamkan kejantanannya. Ruang makan itu pun dipenuhi suara meja berderit, guncangan benda-benda di atasnya, serta lenguhan persenggamaan. Andry menyetubuhi Fanny dengan tempo yang cukup teratur sebentar cepat sebentar pelan hingga akhirnya sepuluh menit kemudian berhasil mengantar istrinya itu ke puncak kenikmatan. Fanny menjerit-jerit kecil merasakan kenikmatan yang berlipat ganda karena saat itu Andry terus saja menggenjot vaginanya dengan kecepatan meningkat. Perasaan itu membuat Fanny menggelinjang dahsyat dan menyerah pada gelombang-gelombang besar puncak birahinya.

“Sayang…oohkk…uugghh!“ Andry menyusulnya ke puncak dan menekankan penisnya dalam-dalam.

Fanny merasakan sperma suaminya yang hangat menyemprot di dalam vaginanya memberinya kenikmatan ekstra di penghujung orgasme.

“Cup…muuuahh…thanks banget honey!” Andry mendaratkan ciuman ringan ke bibir istrinya

Setelah beberapa detik bercumbu-cumbu rayu sambil tertawa-tawa pasca orgasme, Andry menegakkan tubuhnya dan menarik lepas penisnya yang telah menyusut.

“Say…cleaning service ya!” pintanya dengan wajah kepingin pada istrinya.

Fanny hanya tersenyum saja sambil menggeser tubuhnya turun dari meja dan berlutut di depan suaminya. Namun baru saja ia meraih penis yang masih berlumuran cairan sisa persetubuhannya tadi, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi yang membuyarkan saat-saat penuh gairah keduanya.

“Herick bangun” kata Andry menatap istrinya.

Fanny didorong naluri keibuannya segera membereskan pakaiannya dan mencuci tangannya di wastafel dekat situ. Ia lupa belum memakai celana dalamnya yang masih tergeletak di lantai dan buru-buru ke kamar. Digendongnya anak laki-lakinya itu ke dalam dekapannya dengan penuh kasih sayang. Tangis anak itu berangsur-angsur mereda melihat ayah ibunya masuk ke kamar dan merasa hangat dalam dekapan ibunya.

“Cup…cup…Herrick, ini mama disini, mama disini ya!” Fanny mengelus-elus punggung anak itu menenangkannya.

Ia lalu mengeluarkan payudaranya dari balik gaun tidurnya dan mendekatkannya ke mulut anak itu yang lalu menyambut payudara ibunya itu dan mengisapnya. Fanny tersenyum pada Andry.

“Mandi gih, terus cek lagi barang-barang, takutnya ada yang ketinggalan” suruh Fanny pada Andry yang akan pergi ke luar kota selama seminggu untuk menjalankan tugas perusahaan.

Seperti itulah yang menjadi tugas sehari-hari Fanny yang kini telah menjadi ibu rumah tangga. Gadis yang dulu menjadi idola kampus dan akrab dengan kehidupan malam itu telah bermetamorfosis menjadi seorang wanita yang keibuan. Ia rela memberi ASI dan mengurus anaknya sendiri, sejak melahirkan ia hanya memperkerjakan suster selama tiga bulan pertama untuk belajar cara-cara mengasuh bayi. Selanjutnya ia melakukannya sendiri dengan harapan agar dekat dengan anaknya.

Siang itu setelah makan siang Andry menenteng koper berukuran sedang dan tas berisi laptopnya menuju ke taksi yang telah menunggunya di depan pagar rumahnya. Fanny mengikutinya dari belakang sambil menggendong Herrick.

“Cepet pulang ya, we’ll miss you” kata Fanny

“Iya, cuma seminggu aja kok, baik-baik ya di rumah”

“Herrick, bye-bye to papa ya!” sahut Fanny pada anak di gendongannya itu sambil melambaikan tangan mungilnya pada ayahnya.

Andry mencium kening istrinya dan pipi anaknya dengan lembut sebelum memasuki taksi. Kendaraan itu pun akhirnya berjalan, Fanny menatapi taksi yang membawa pergi suaminya itu hingga menghilang dari pandangan. Bagi dirinya yang baru pertama kali ditinggal suami setelah punya anak, sehari saja tanpa Andry sudah membuatnya rindu setengah mati, rindu akan cinta dan belaiannya, sekarang ia harus melewati hari-hari tanpa suaminya selama seminggu karena pria itu harus ke luar kota untuk urusan bisnisnya. Memang ia senang juga karena karir suaminya semakin cerah setelah naik jabatan sebulan yang lalu tapi di saat yang sama ia pun khawatir pria itu akan sering bertugas ke luar dan meninggalkannya di rumah dan terbukti kekhawatirannya itu menjadi kenyataan seperti sekarang ini. Satu lagi yang menjadi beban pikirannya adalah tidak adanya pembantu untuk mengurus urusan rumah tangga. Sejak ia memecat pembantu rumah tangganya dua minggu lalu karena kedapatan mencuri perhiasan, ia masih trauma dan belum berani mempekerjakan pembantu baru hingga saat ini. Maka untuk itu ia menyewa seorang pembantu tidak tetap yang datang seminggu dua kali untuk mengurus rumahnya sambil menunggu pembantu tetap yang dirasanya cocok. Hari itu ia memulai hari pertamanya hanya berdua dengan anaknya tanpa suami. Cukup berat memang, menyapu, mencuci piring dan memasak harus dilakoninya sendiri, namun semua terbayar ketika melihat Herrick tersenyum manis dan tertawa-tawa ketika bermain dengannya. Sekitar jam tigaan, terdengar bunyi bel, ia bergegas ke luar melihat siapa yang datang. Seorang petugas pos mengantarkan sebuah amplop coklat untuknya. Fanny membuka amplop itu yang isinya adalah sebuah kartu undangan pernikahan. Sebuah nama yang dikenalnya tertera pada undangan itu, Dr. Bella Andriani. Bella, salah seorang temannya ketika kuliah dulu dan juga sama-sama ikut KKN dulu. Senyum manis mengembang di wajah wanita itu sebagai tanda turut berbahagia.

############################

Hari ketiga, pukul 11.10

“Yah beres akhirnya!” sorak Fanny dalam hati sambil menjemur pakaian terakhir di tempat jemuran di lantai paling atas rumahnya.

Hari itu adalah hari Minggu, pekerjaan sudah tidak terlalu banyak karena sebagian sudah diselesaikan oleh Mbak Nur yang kemarin datang. Ia masuk ke dalam dan menekan tombol dispenser sehingga air mengalir mengisi gelasnya. Diminumnya air itu sekali teguk untuk menghilangkan dahaganya. Baru saja mau berjalan masuk ke kamar untuk melihat keadaan anaknya, ponselnya berbunyi.

“Hai honey…gimana di sana?” sapa suara di seberang sana.

Selama hampir setengah jam Fanny berbicara dengan Andry, sebelumnya ia sempat melihat sebentar keadaan di dalam kamar dimana Herrick masih terlelap di ranjangnya. Setelah menutup pembicaraan ia segera ke kamar, wajah polos Herrick yang sedang tidur membuat hatinya bahagia, dielusnya kepala anak itu dengan lembut dan diciumnya lembut pada keningnya. Ia baru ingat harus menyiapkan makan siang untuk dirinya, maka mumpung Herrick sedang tidur, ia pun ke dapur dan memanaskan makan siang di microwave. Tiga menit kemudian, oven pun berbunyi, Fanny mengeluarkan lauk sisa kemarin yang sudah hangat itu dan menyendoknya beberapa kali ke piring nasinya. Ia baru menghabiskan setengah piring ketika bel berbunyi tanda ada tamu.

“Siapa sih?” tanyanya dalam hati agak kesal karena terganggu makan siangnya.

Ia menutup dulu piring makannya dengan tudung lalu ke depan membukakan pintu. Di depan pagar sudah menunggu dua orang pria, yang satu berusia awal 40an, berambut cepak dan berkumis tipis, sedangkan yang satunya adalah seorang lagi bertubuh pendek…mungkin lebih tepatnya cebol, tampangnya mirip dengan Ucok Baba, gaya rambutnya persis dengan temannya yang lebih tinggi, tapi kumisnya sedikit lebih tebal. Sesaat Fanny merasa jengah melihat kedua orang itu. Mereka memandanginya, yang saat itu memakai kaos longgar dan celana pendek yang tidak bisa menyembunyikan keindahan pahanya, dengan sorot mata menelanjangi seolah ingin menerkamnya.

“Iya…ada perlu apa Pak?” tanyanya berusaha ramah

“Aahh…Ibu ini istrinya Pak Andry ya?” si kumis menyapa sambil tersenyum.

“Ya benar…kalian…”

“Kita dari tempat kerjanya Bapak, sekarang ini Ibu lagi di rumah sendirian kan? Ditinggal Bapak tugas ke daerah?” si cebol bertanya

Fanny teringat lagi, ia memang pernah berpapasan dengan si pria yang lebih tinggi ini waktu ke tempat kerja suaminya. Ia hanya tukang bersih-bersih toilet di sana, waktu itu pria ini masih memakai seragam petugas kebersihannya, ya Fanny ingat benar. Kesan pertama sejak bertemu dengannya pun sudah tidak enak karena pria itu memandanginya seperti menelanjangi. Lalu ada perlu apa seorang petugas kebersihan datang menemuinya sekarang?.

“Iya…ada perlu apa ya? Saya sedang sibuk” Fanny menjawab cepat, berharap agar mereka segera pergi.

“Mungkin sebaiknya kita bicara di dalam aja Bu supaya lebih enak” kata si kumis.

“Gapapa kok Pak di sini aja, ada apa?”

“Hhhmmm….saya rasa sebaiknya masalah ini dibicarakan di dalam” si kumis dengan agak memaksa.

“Bener Bu soalnya ini berhubungan sama Ibu juga!” si cebol menimpali, “ga enak kan kalau orang denger tentang rahasia Ibu waktu KKN di desa **** dulu”

“Apa! apa kamu bilang!? Siapa kalian sebenernya!?” Fanny sangat terperanjat mendengar si cebol menyebut KKN di desa **** yang tidak lain adalah peristiwa memalukan itu.

Kedua orang itu langsung menyeringai mesum sambil tertawa cengengesan melihat reaksi Fanny.

“Hehehe…dunia ini memang sempit kan Bu…Fanny? Ibu mungkin ga kenal atau lupa ke kita, tapi kita inget sama Ibu soalnya kita dulu ikut nontonin Ibu waktu dientotin para sesepuh desa dulu, kita juga ikutan ngecrot di bodi Ibu kok” si kumis cengengesan.

Betapa Fanny merasa seperti disambar petir, ia tidak menyangka kalau kedua orang ini adalah warga desa yang pernah mengikuti ritual Dewi Kesuburan dulu, yang menontoninya ketika disetubuhi oleh para tetua desa. Mereka kini menjadi pesuruh atau petugas kebersihan di perusahaan suaminya, apakah Andry telah tahu semua ini dari mereka?

“Kurang ajar! Apa mau kalian?!” Fanny sangat marah dan hampir berteriak, “Pergi kalian! Pergi!” usirnya dengan emosi.

Ia melihat reaksi yang sama pada kedua orang itu dengan para sesepuh desa dulu ketika ia marah mengusir mereka. Keduanya juga hanya senyum-senyum cengengesan.

“Baik Bu…gak usah marah-marah gitu, tenang, kalau didenger tetangga kan gak enak!” sahut si pria jangkung dengan santai, “kita pergi deh…cuma Ibu jangan kaget kalau nanti satu kantor tahu Ibu pernah dientot rame-rame waktu upacara dulu, terus kalau Bapak tahu gimana yah reaksinya?” sambungnya sambil tertawa sinis.

Perkataan yang mengandung ancaman itu membuat Fanny menjadi ciut nyalinya dan tubuhnya lemas, ia tidak sanggup membayangkan apa jadinya kalau Andry tahu masalah ini, ia tidak ingin masa lalunya yang telah ia kubur dalam-dalam merusak rumah tangganya.

“Tunggu…yang kalian mau uang kan? Saya akan berikan, tapi tolong jangan ganggu saya!” tawarnya ketika si jangkung meraih helmnya yang digantungkan pada stang motornya.

Kedua orang itu saling pandang dan kembali cengengesan, senyum mesum mereka membuat Fanny semakin muak.

“Bukan uang yang kita mau Bu, ga usah repot-repot, kita cuma ingin mengulang kembali ritual dulu itu, dulu kan kita cuma bisa nonton sambil ngocok, masih kurang belum nyobain menu utamanya!” kata si cebol, “tapi kalau Ibu kelihatannya keberatan, ya udah…kita juga ga maksa kok hehehhee…!”

“Paling orang-orang pada tau istrinya Pak Andry yang cantik itu pernah dipake rame-rame” timpal si cebol sambil berbalik mengikuti temannya.

“Se…sebentar…baik, kita bicarakan hal ini di…dalam!” panggil Fanny dengan suara parau seraya membukakan gembok dan pintu gerbang.

Pikirannya kalut dan tidak tahu harus berbuat apa lagi sehingga ia memutuskan untuk memanggil mereka dan mengajaknya masuk ke dalam, dalam hatinya ia masih berharap menemukan jalan keluar bernegosiasi dengan mereka walau kemungkinan itu terbilang kecil. Kedua orang itu langsung menyeringai puas penuh kemenangan, si jangkung segera menuntun motornya memasuki pekarangan rumah Fanny.

“Wah…wah, gak kerasa ibu sekarang sudah jadi punya keluarga tapi tetap aja cantik” kata si jangkung melihat-lihat foto-foto keluarga Fanny di ruang depan, “nah…gimana sekarang keputusannya Bu?” lanjutnya sambil seraya dengan santai menjatuhkan diri ke sofa di ruang tamu.

“Tolong Pak…saya bisa bayar kalian, tapi tolong jangan begini” kata Fanny dengan suara memelas.

“Santai aja Bu, kok di rumah sendiri berdiri kaya gitu sih, ayo sini dong…duduk sini” perintahnya seraya menepuk tempat kosong di sebelahnya.

“Iya Bu, duduk aja dulu supaya kita bisa bicarakan lebih santai!” kata si cebol menimpali.

Dengan ragu-ragu, Fanny pun duduk di sebelah si jangkung yang lalu dengan kurang ajar memepetkan duduknya pada dirinya.

“Kenalin dulu Bu, nama saya Mansur, ini teman saya namanya Iqbal” katanya memperkenalkan diri dan temannya.

Jantung Fanny berdegup kencang menanti apa yang akan terjadi padanya. Ia mendengar Mansur berbisik di telinganya

“Boleh saya layani Ibu seperti waktu ritual Dewi Kesuburan dulu?”

Fanny benar-benar merasa panas dan ingin menampar mereka karena merasa sangat dilecehkan, tapi bisa-bisa mereka malah kalap atau kalau pun tidak bisa-bisa menyebarkan skandal itu di kantor, maka ia pun meredam amarahnya. Tak terasa ia menyilangkan kedua tangannya menutupi dadanya yang sebenarnya masih tertutup kaos.

“Pak, jangan kurang ajar ya. Saya akan teriak!” Fanny mencoba menggertaknya ketika Mansur mendekap tubuhnya.

“Hehehe…masa sih ibu mau teriak? Mau orang lain tau apa?” ejek Mansur yang makin kurang ajar dengan menyusupkan tangannya ke ketiak kanan Fanny dan meraih payudaranya.

“Udah Bu jangan sok suci gitu…waktu di ritual dulu aja goyangnya liar gitu kok!” sahut si cebol, Iqbal sambil membuka sepasang paha jenjang Fanny dan mengambil posisi di antaranya, tinggi badannya nampak hanya sebatas dada Fanny ketika duduk di sofa.“Bajingan kalian! Lepaskan….nggak!!” Fanny berontak dan berteriak, namun Mansur makin memepetnya di ujung sofa dan Iqbal dari depan, ia menggeleng-gelengkan wajahnya ketika Mansur hendak menciumnya, kakinya juga menendang-nendang namun karena si cebol telah terlebih dulu mengambil posisi di tengahnya, tendangannya itu hanya menendang angin, malah si cebol dapat semakin merasakan kemulusan kulit pahanya.

“Lepasin aaaahh…mmmhh!” akhirnya Mansur berhasil melumat bibir Fanny dan meredam jeritannya, “eemm…mmmhh!”

Rontaan Fanny semakin melemah karena kedua pria itu semakin mendesaknya di sudut sofa, pergelangan tangan kirinya pun dipegangi oleh Mansur. Air mata mulai menetes di sudut mata ibu satu anak itu, perkosaan lima tahun lalu akan kembali terulang lagi padanya.Sementara si cebol meraih payudara kirinya dan mulai meremas-remasnya, tangan satunya mengelusi paha mulusnya. Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh dua orang sekaligus, menyebabkan Fanny merasakan gejolak luar biasa dan tak terkendali melanda tubuhnya. Tubuhnya berkelojotan dan mengejang hebat, berulang kali ia terlonjak lonjak, kakinya melejang-lejang, kenikmatan mulai menjalari seluruh tubuhnya hingga bergetar. Perasaan Fanny makin tak karuan ketika tangan Mansur menyelinap dari bawah dan menyingkap kaosnya, tangan itu langsung masuk ke dalam cup branya. Tanpa disadarinya, mulutnya yang terkatup rapat mulai membuka dan membiarkan lidah Mansur masuk dan menyapu rongga mulutnya.

“Mmmhhh…ccckkk…cckkhhh…ssslllrrpp!” desahan tertahan dan decak ludah terdengar dari mulut mereka yang saling berpagutan.

Iqbal menjilati paha mulus Fanny dengan bernafsu, kumisnya yang lebat terasa menggelitik di kulit paha wanita itu. Tangannya yang pendek itu mengelus-elus selangkangan Fanny dari luar celananya. Dengan intensnya rangsangan-rangsangan pada setiap bagian sensitif, Fanny semakin terhanyut dalam birahi yang dahsyat.

Mansur mengembangkan variasi remasan dan rabaan pada payudara Fanny yang sensitif. Terkadang jarinya seakan memencet dan menarik putingnya dengan kasar tapi terkadang berubah menjadi elusan dan pilinan lembut. Wanita itu pun tak bisa mengelak dari gelombang sentuhan erotisnya. Pria itu melepaskan ciumannya lalu bibirnya bergerak menelusuri leher jenjang Fanny dan mencaplok payudaranya yang telah ia keluarkan dari cup bra itu.

“Sssshh…tolong hentikan Pak!” desah Fanny ketika gigi Mansur menggigit lalu disusul hisapan pada payudaranya.

Dengan gemas Mansur mengenyoti payudara Fanny sambil tangannya merayap menggerayangi perutnya yang sudah kembali kencang pasca melahirkan. Tiba-tiba Mansur melotot, ia merasakan ada cairan hangat menyemprot di mulutnya.

“Mmmm…ada susunya…gurih, baru inget ibu kan lagi masa menyusui hehehe!” kata Mansur melepaskan sejenak kenyotannya, “Nih liat Bal, keluar susunya!” katanya pada temannya sambil meremas puting itu agak keras hingga mengeluarkan cairan berwarna putih dari ujungnya.

“Whuehehe…ini baru asyik nih, bisa sambil minum!” sahut Iqbal sambil mengangkat kaos Fanny yang sebelah kiri dan dengan terburu-buru menurunkan cup branya.

“Ooohh…jangan Pak…saya mohon!” Fanny terus memohon dengan air mata makin bercucuran.

Kini Iqbal juga ikut melumat payudaranya, dihisapnya gunung kenyal itu hingga mengeluarkan susu. Fanny kini serasa sedang menyusui dua bayi besar, air susunya disedot oleh dua begundal ini, ia hanya bisa meringis dan meremasi rambut mereka. Ia merasakan tangan si cebol menyusup masuk lewat bagian atas celana pendeknya, dipegangnya tangan itu agar tidak terus masuk, tapi penolakan itu tak banyak berarti karena Iqbal terus memasukkan tangannya hingga menyentuh vaginanya.

“Aaahh….eeenngghh…jangan!” desah Fanny ketika tangan berjari-jari pendek itu mulai meraba-raba wilayah kewanitaannya, lebih jauh jarinya yang nakal telah menemukan belahan vaginanya dan mulai mengelusi bibirnya.

“Oooggghhhhhhh!!” Fanny melenguh panjang dengan kedua mata tertutup dan menengadahkan kepalanya saat jari pria cebol itu menusuk dan masuk ke liang vaginanya.

Mansur mengangkat lengan wanita cantik beranak satu itu dan melepaskan kaosnya. Kaos itu dilemparnya ke belakang setelah lepas dari tubuh pemakainya. Kemudian tangannya menuju ke punggung untuk melepas kait bra Fanny. Pada saat yang sama, Iqbal melucuti bagian bawah. Ditariknya celana pendek berserta celana dalam itu melolosi sepasang paha jenjang ibu cantik itu. Dalam waktu singkat pakaian yang menutupi tubuh Fanny terlepas semua, yang terakhir tersisa adalah bra putih yang telah diturunkan cupnya serta terbuka kait di belakangnya. Ia menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan menutupi selangkangannya dengan telapak tangan kanannya. Mata kedua pria bejat itu seperti mau copot memandangi tubuh mulus Fanny. Iqbal langsung membuka lebar-lebar kedua paha wanita itu hingga tampak bibir vagina Fanny telah terbuka dan sudah basah oleh lendir vaginanya. Pria cebol itu berlutut dan menciumi vaginanya di bagian tengahnya yang merah. Wajahnya tenggelam dalam kemaluan Fanny mengisap-isap liang surgawinya. Mansur terlebih dulu melepaskan kemeja lusuhnya dan celananya. Penisnya sudah mengacung tegak begitu keluar dari celana dalamnya, ukurannya termasuk besar, kurang lebih 20cm, dengan kepala merah bersunat. Kemudian ia menaikkan satu kakinya ke sofa dan meraih kepala Fanny mendekatkannya pada senjatanya itu.

“Nggak Pak…nggak mau!” Fanny menggeleng dengan berlinang air mata ketika penis itu disodorkan di depan wajahnya.

“Ayo Bu, mainin, buka mulutnya…dulu sama Ki Wongso aja mau, atau mau saya main kasar?” ucapnya dengan nada mengancam.

Fanny pun akhirnya meraih penis Mansur dengan tangan bergetar, bau benda itu yang tidak sedap sudah terasa. Ia melihat ke atas di mana pria itu sedang berkacak pinggang dengan senyum penuh kemenangan, muak dan marah sekali rasanya, namun ia tidak punya pilihan lain. Maka ia pun mulai menjulurkan lidahnya menjilati kepala penis yang mirip jamur itu.

Fanny memaju mundurkan kepalanya melakukan gerakan memutar di kulup kepalanya dan menjilati pangkal penis Mansur sampai ujung lubang kencingnya. Penis itu pun basah oleh ludahnya. Rasa jijik dikesampingkannya agar dapat memuaskan pria ini dengan harapan mereka segera melepaskannya. Jari-jari kecil Iqbal membuka liang vagina Fanny dan mulai masuk ke dalam, bukan hanya satu, tapi lima sekaligus. Ia kocok-kocokkan tanganya di sana. Fanny yang awalnya merasa tadi merasa sakit perlahan-lahan mulai merasakan kenikmatan, ia pun mulai menggerakkan pinggulnya sendiri.

“Enak kan Bu? Tuh sampe geliat-geliat gitu hehehe” ejek pria cebol itu melihat reaksi Fanny.

Meskipun merasa malu dan terhina, Fanny tak bisa menyangkal bahwa dirinya memang sangat terangsang oleh perlakuan mereka. Setelah benar-benar becek Iqbal menarik keluar tangannya. Terdengar bunyi ‘plop!’, ketika ia mengeluarkan seluruh tangannya yang berlumuran cairan kewanitaan ibu cantik itu. Pria cebol itu menyeringai mesum melihat telapak tangannya yang basah oleh lendir, dijilatinya cairan itu dengan rakus. Setelah itu ia kembali membenamkan wajahnya pada selangkangan Fanny. Diseruputnya cairan yang berlelehan di wilayah segitiga itu seperti orang kelaparan. Kali ini hisapan-hisapannya terhadap vagina Fanny makin kencang sehingga membuat tubuh wanita itu menggeliat makin tak karuan, apalagi Iqbal juga memutar-mutar dua jarinya pada liang kenikmatan itu. Lidah pria cebol itu mengais-ngais makin dalam menjilati bibir vagina dan juga dinding di dalamnya, dengan kedua jarinya ia membuka lebar-lebar bibir vagina wanita itu sehingga bagian terkuak lebar dan klitorisnya terlihat. Fanny semakin larut dengan jilatan Iqbal pada vaginanya, hal ini menyebabkan hisapannya pada penis Mansur pun semakin bersemangat. Ia memaju-mundurkan sendiri kepalanya dan menghisap benda itu tanpa harus dibimbing oleh pemiliknya. Sepuluh menit kemudian tiba-tiba badan Fanny mengejang dahsyat, tangannya meremas keras kepala Iqbal yang berambut tipis, ia mendorong Mansur hingga penis pria itu terlepas dari mulutnya. Matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap menandakan ia semakin mendekati puncak kenikmatan.

“Aaaaaaahhhhh!!!” teriak Fanny keras sambil mengeraskan pegangannya pada kepala Iqbal, ia mengalami orgasme yang sangat dahsyat, kedua pahanya hingga badannya mengejang keras selama beberapa menit.

Cairan hangat berwarna bening mengucur deras dari vaginanya dan langsung diseruput oleh Iqbal.

“Wuiihh…gurih banget Bu, Sur liat nih muncratnya banyak banget gile…hehehehe…asyik kan Bu?” ejek Iqbal

“Deras banget tuh Bu, Ibu juga kayanya konak banget ya, awalnya aja malu-malu, persis waktu di kampung waktu ritual dulu…dasar gatel!” timpal Mansur, “sini Sur bagi dikit dong, gua juga mau ngerasain pejunya Bu Fanny!”

Mansur buru-buru mengambil posisi di antara kedua paha wanita itu dan menggeser temannya, lalu…happp….sssluurrppp….ssslllrrrp…hisapan dan jilatan Mansur lebih ganas sehingga Fanny pun kembali menggelinjang dibuatnya, orgasme yang didapatnya pun terasa semakin nikmat saja. Ia harus mengakui bahwa yang seperti ini tidak pernah didapatnya bersama suaminya tercinta. Terlihat wajahnya sedikit malu karena orgasme disaksikan kedua pria bejat itu bahkan menikmatinya.

“Nah Bu…sekarang waktunya, siap ya!” kata si cebol Iqbal sambil membuka pakaiannya.

Fanny sempat memperhatikan penis Iqbal setelah pria itu menurunkan celananya, benda itu berukuran kurang lebih mirip penis suaminya, tergolong besar untuk orang sekecil dirinya. Pria itu kini menghampirinya dan menarik kedua pergelangan kakinya hingga posisinya terbaring telentang di sofa.

“Sur gua dulu ya, daritadi kan gua baru jilat-jilat memek aja!” sahut Iqbal yang naik ke sofa, membuka lebar kedua paha wanita itu dan berlutut di antaranya.

“Oke gih, tapi cepetan Bal gua juga kepengen nih!” kata Mansur yang akhirnya memilih untuk menjarah tubuh bagian atas Fanny dulu, diangkatnya punggung wanita itu lalu ia menyelinap masuk mendudukkan diri di sofa sehingga kini Fanny bersandar pada tubuh pria itu.

“Gimana Bu? Enak nggak?” tanya Mansur sambil menatapku.

Tentu saja melotot kepadanya, tetapi Mansur nampaknya sudah mengerti ciri wanita dilanda birahi, sebab meski mata Fanny melotot marah, vaginanya yang sudah basah tak bisa menyembunyikan birahinya. Mansur pun melanjutkan aktifitasnya dengan meremas kedua payudara wanita itu.

Fanny kini hanya bisa menggeliat-geliat dengan suara memelas minta dilepaskan, reaksi yang justru menambah minyak dalam api birahi kedua pria bejat itu. Iqbal merasa sudah cukup menggesek-gesekkan penisnya pada vagina wanita itu selama lima menitan, ia siap untuk menusukkan penisnya itu ke liang kenikmatan yang telah basah itu.

“Ouhhggff.. ah Paakk!!” desah Fanny saat pria cebol itu menghujamkan penisnya yang telah mengeras itu ke vaginanya.

“Ohh Bu, uennaakk sekali memekmu nyahh.. .kaya perawan aja!!” ceracau Iqbal yang mulai menggenjot tubuhnya dengan irama yang perlahan

Fanny mengimbangi gerakan Iqbal, secara refleks ia juga turut menggerakkan pinggulnya menyambut tusukan-tusukan penis si cebol. Ternyata pria cebol ini cukup mampu membuat Fanny menggeliat-geliat kenikmatan dengan genjotannya. Sementara Mansur yang memeluknya dari belakang aktif menggerayangi kedua buah dadanya sambil menciumi pundak, leher, dan telinganya. Menit demi menit berlalu, si cebol masih bersemangat menggenjoti Fanny. Sementara Fanny sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, ia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah kedua pria bejat itu. Tanpa dibimbing atau diperintah, tangannya bergerak meraih penis Mansur dan mengocoknya perlahan. Ketika wajahnya menengok ke samping, Mansur serta merta memagut bibirnya. Mereka pun terlibat permainan lidah yang menggairahkan, Fanny pun tampaknya sangat menikmatinya, ia memainkan lidahnya merespon gerakan lidah pria itu. Di tengah percumbuannya dengan Mansur, Fanny membuka matanya dan menggerakkan bola matanya ke arah Iqbal, dilihatnya wajah mesum pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum menjijikkan terlihat pada bibirnya.

“Asyik kan Bu!?” ejeknya, “numpang nyusu ya, haus nih, eeemmhh!” habis berkata pria itu langsung melumat payudara kanannya.

“Bal, ganti posisi dong, gua pengen disepongin nih!” sahut Mansur setelah sekitar 15 menit mereka dalam posisi demikian.

“Boleh…gua turun ke bawah aja ya” kata Iqbal sambil mencabut penisnya yang masih tegak, kemudian mengajak Fanny turun dari sofa, “yuk Bu…nungging aja ngehadap sofa, biar kita bisa doggie!” perintahnya.

Fanny, yang merasa tanggung karena belum mendapat orgasme, mengikuti saja perintah mereka tanpa membantah.

“Sini, mainin kontol saya Bu!” Mansur menyuruh dengan gaya seorang bos, ia duduk bersandar di sofa dengan kaki membuka lebar dan penis mengacung tegak.

Walaupun merasa dilecehkan, sisi liar dalam diri Fanny semakin tak terkendali, ia pun merangkak mendekati selangkangan pria itu. Tangannya menggenggam penis yang tegang itu lalu mulailah ia menyapukan lidahnya pada batang itu. Sementara Iqbal menggosok-gosokkan kepala penisnya pada bibir vagina wanita itu, bersiap untuk kembali memasukinya. Tubuh Fanny pun bergetar saat si cebol itu menekan penisnya hingga melesak masuk ke vaginanya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iqbal menggerakkan penisnya maju-mundur. Persetubuhan itu terlihat tidak seimbang dan lucu karena tubuh Iqbal yang mini, tangannya tidak mampu menjangkau payudara Fanny, sehingga ia hanya mampu menggerayangi pantat dan pahanya. Pria dengan tubuh normal tentu harus berlutut bila ingin bersenggama dalam posisi demikian, namun Iqbal dapat melakukannya sambil berdiri karena kedua kakinya yang pendek.

“Arghh.. Ter.. Terushh buu..” mulut Mansur mengoceh tak karuan saat Fanny memasukkan batang kemaluannya yang sangat panjang itu ke mulutnya.

Dengan perasaan bercampur aduk Fanny mengulum dan menjilati penis pria itu yang sebelumnya telah ia basahi dengan ludahnya. Penis itu termasuk panjang hingga mulut Fanny tidak muat menampung benda itu seluruhnya. Kepala penis itu bergetar setiap kali lidah wanita itu membelai kepalanya terutama lubang kencingnya. Suara erangan tertahan terdengar dari mulut Fanny yang tengah menikmati penis Iqbal yang mengaduk-aduk vaginanya.

“Oooowww…aaahh!” Fanny melepaskan penis Mansur dan mengerang keras ketika ia merasakan otot-otot vaginanya berkontraksi semakin cepat, gelombang orgasme itu akan segera menerpanya.

Iqbal pun semakin cepat memaju-mundurkan penisnya melihat reaksi Fanny yang demikian menggairahkan.

“Uuuhhh…mau keluar Bu…uuhh-uhh!” pria cebol itu pun mulai menceracau tak karuan.

Akhirnya dengan sebuah lolongan panjang Fanny mencapai puncak kenikmatannya. Kepalanya mendongak menikmati kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Sementara Iqbal terus menusuk-nusukkan penisnya ke vagina yang makin becek itu hingga akhirnya ia pun menyusulnya ke puncak tak sampai tiga menit setelahnya. Fanny memejamkan mata merasakan sperma Iqbal yang hangat menyemprot dalam liang vaginanya, ia juga dapat merasakan kedutan-kedutan penis itu yang masih dihimpit di antara dinding vaginanya.

“Pheeww…bener-bener uenak tenan…lu musti coba Sur, peret banget!” sahut Iqbal setelah menuntaskan orgasmenya dan menarik lepas penisnya.

“Ayo sini Bu, sama saya sekarang!” pria itu menarik lengan Fanny hingga tubuhnya terangkat.

Fanny masih lemas setelah orgasme begitu pasrah ketika Mansur menaikkannya ke pangkuannya. Dengan mudah pria itu kembali mendekap dan melumat bibirnya. Fanny hanya bisa menelan segala perasaan tak rela yang dirasakannya, tapi sudah tak berdaya melawan. Mansur semakin bernafsu mencumbuinya, diciuminya seluruh wajah ibu muda yang cantik itu, mengecup kedua matanya, hidungnya, dagunya, kedua pipinya, dan akhirnya kembali melumat bibir. Fanny memejamkan mata, berharap hari ini cepat berakhir. Ia merasakan tangan pria itu mulai meraba selangkangannya, jarinya menyusup masuk ke vaginanya.

“Saya masukin ya Bu!” pinta Mansur di dekat telinganya.

Fanny hanya mengangguk pasrah

“Ayo naikan dikit Bu!“ perintahnya sambil memegangi penisnya sudah mengacung tegak

Fanny pun hanya dapat menurut, tangan Mansur sempat beberapa kali menggosok permukaan vaginanya seperti memastikan sesuatu, terkadang menyentil-nyentil klitorisnya membuat wanita itu mendesah nikmat. Hingga akhirnya pria itu menyuruhnya menurunkan pinggulnya, ia dapat merasakan bagaimana penis itu mulai menyeruak masuk dalam vaginanya membuatnya mendesah tertahan saat inci demi inci benda itu memberikan kenikmatan bercampur nyeri. Mansur juga turut mendesah menikmati bagaimana vaginanya menjepit penisnya.

“Gila Bu…sempit amat, enak…kayak memek perawan!” komentar Mansur

”Suami Ibu kontolnya kecil ya? Masa udah kawin masih rapet gitu?!” Iqbal si cebol itu turut mengejeknya sambil cengengesan

Sementara Fanny masih sedikit kaget dengan penis Mansur dalam vaginanya yang demikian keras. Tak lama kemudian, Mansur pun menghentakkan pinggulnya sehingga penisnya melesak masuk semakin dalam kemudian disusul hentakan berikutnya…lagi dan lagi. Vagina Fanny yang sudah basah kuyup memberikan keleluasaan pada pria itu untuk makin cepat menggenjotnya. Baru saja lima menit naik turun di pangkuan Mansur, telinga Fanny sekonyong-konyong menangkap suara tangisan bayi dari dalam kamar

“Herrick…!” ujarnya lirih, ia meronta dan melepaskan tangan Mansur yang mendekapnya, “tolong…saya mohon, anak saya bangun!”

Ia mendorong dada Mansur lalu bangkit dari pangkuannya dan buru-buru berlari kecil ke kamar tanpa sempat memakai apapun. Didapatinya buah hatinya itu sedang menangis meraung-raung di ranjang bayi, nampaknya ia lapar atau mencari orang tuanya.

“Herrick…mama di sini ya sayang, cup…cup…cup!” Fanny dengan lembut menggendong anak itu sambil ia sendiri masih agak sesegukan.

Ia tahu bayinya itu mencari susu, maka tanpa memikirkan apapun lagi, ia segera duduk di ranjang dan menyandarkan punggungnya pada sandaran lalu menyodorkan payudara kanannya yang telah terbuka pada Herrick yang langsung mengenyotnya dengan bersemangat. Fanny terisak menyadari keadaannya sekarang ini yang penuh dilema, dipaksa melayani nafsu bejat dua pria itu sambil menyusui anaknya, apalagi kini mereka juga menyusulnya masuk ke kamar.

“Wah…wah si ibu lagi nyusu nih…bener-bener ibu yang baik ya” kata Iqbal yang naik ke ranjang dan duduk di sebelah kiri wanita itu.

“Anaknya lucu ya Bu, hehehe!” Mansur juga turut naik ke ranjang dan memegang paha Fanny yang sedang menyelonjor.

“Tolong…saya mohon, apa kalian masih punya perasaan? Saya sedang menyusui anak saya” Fanny mengiba sambil menangis dengan suara bergetar, ia berusaha memelankan suaranya agar tidak mengganggu anaknya.

“Oohh…silakan Bu, silakan, Ibu nyusuin anak Ibu boleh kok, tapi kan bisa sambil main sama kita juga” kata Iqbal.

“Tapi…tapi…” Fanny tidak sempat menyelesaikan protesnya karena si cebol melumat bibirnya.

Tanpa sadar, Fanny menikmati percumbuannya dengan si cebol.

“Pak…nngghh!” desahnya di sela-sela cecaran bibir pria itu.

Mansur ikut naik ke ranjang, ia menggeser kaki kiri wanita itu sehingga membuka dan vaginanya terekspos. Diperlakukan seperti itu, Fanny hanya pasrah saja menerima karena ia tidak ingin mengganggu anak dalam dekapannya. Sambil terus menyusui, ia biarkan lidah Iqbal mengais-ngais rongga mulutnya, bahkan ia sendiri secera refleks ikut memainkan lidahnya, juga jari-jari Mansur yang mengorek dan bergerak keluar masuk vaginanya. Lelehan air mata nampak mengalir di pipinya yang halus. Sungguh ibu macam apa dirinya kini, di satu sisi melakukan kewajiban seorang ibu, namun pada saat bersamaan juga melakukan perbuatan terkutuk ini, demikian pergumulan yang berkecamuk dalam hatinya saat itu.

“Hehehe…bener-bener becek, Ibu ini nakal ya ternyata diem-diem suka kita entotin” ejek Mansur semakin mempercepat cucukan jarinya lalu menariknya lepas hingga lendir kewanitaan wanita itu menjuntai antara jari pria itu dengan vaginanya.

Fanny bertahan sekuat tenaga menghadapi serbuan-serbuan erotis mereka agar tidak membuat anak kesayangannya ini merasa tidak nyaman. Untuk itu ia pun mau tak mau membiarkan dirinya dihanyutkan oleh arus birahi yang dialirkan kedua pria ini, ia terpaksa menikmati perkosaan itu. Beberapa saat kemudian, Herrick akhirnya melepas hisapannya terhadap payudara ibunya. Merasa anaknya sudah cukup menyusu, Fanny pun pelan-pelan kembali meletakkannya ke kasur. Kini barulah ia dapat dengan leluasa menggeliat dan mendesah.

“Heheh…ayo Bu, kita lanjut ya tadi!” sahut Mansur sambil menarik kedua pergelangan kaki wanita itu dan memutar tubuhnya hingga berbaring menyamping.

Setelah dinaikannya kaki kanan wanita itu ke bahunya yang lebar sementara tangan yang satunya mengarahkan penisnya memasuki vaginanya yang telah basah. Fanny mengerang lirih sambil meremas sprei saat penis pria itu kembali menembus vaginanya. Mansur pun memulai gerakan menggenjotnya dengan berpegangan pada paha kanan wanita itu. Bersenggama dengan posisi demikian menyebabkan pahanya bergesekan dengan paha mulus Fanny sehingga menambah nikmatnya sensasi kenikmatan.

“Ma…Ma…Mama!” tiba-tiba Herrick yang setengah tertidur kembali membuka mata dan memanggil-manggil mamanya.

Rasa gundah dan risih segera memenuhi hati Fanny, bagaimana tidak, dirinya mengalami perkosaan tepat di depan anaknya sendiri. Untungnya Herrick masih batita dan belum bisa bicara dengan jelas. Dalam hati Fanny sangat berharap anak itu juga belum mengerti tentang apa yang disaksikannya di depan matanya sendiri. Anak itu berguling ke samping lalu mengangkat tubuhnya dengan bertumpu pada telapak tangan dan lutut. Dalam keadaan sedang disenggamai, Fanny tidak bisa berbuat banyak selain tersenyum dipaksa pada anaknya yang menggumam “Ma…ma…ma” sambil tersenyum padanya.

“Asyik kan Bu, dientot di depan anak sendiri? Hehehe!” ejek Mansur sambil menyentak-nyentakkan pinggulnya lebih cepat.

Perkataan itu membuat Fanny menjadi malu dan merasa kotor pada dirinya sendiri, ia tidak mampu menjaga kehormatannya bahkan terhanyut dalam perkosaan ini. Ia begitu malu kepada Herrick yang sejak tadi mengamatinya dengan pandangan polos tanpa dosa seorang bayi. Namun di sisi lain ia benar-benar tak kuasa lagi membendung gairah tabu yang semakin mendominasi tubuhnya.

”Ooough…nghhh!!” ia melenguh tertahan saat penis pria itu bergesekan dengan dinding vaginanya dan menumbuk klitorisnya sehingga menyebabkan tubuhnya seperti tersengat listrik.

“Jangan liat Mama…ahhh…jangan mandang gitu sayang…sshh!” Fanny mendesah putus asa tak ingin anaknya yang masih bayi itu menyaksikan keadaanya seperti ini.

“Anak manis…hehehe…liat tuh, mamamu lagi ngentot…itu namanya ngen…tot, ya!” si cebol Iqbal menggoda anak itu sambil mengelus-elus rambutnya.

Anak itu tertawa pada Iqbal, ia begitu polos sampai tidak mengerti bahwa pria ini adalah pemerkosa ibunya.

“Liat nih Dek, liat om muasin mama mu, gini caranya nih!” sahut Mansur sambil melakukan hujaman keras pada vagina Fanny, “biarin Bu anaknya ngeliat, biar dia belajar hehehe!” lanjutnya meremas payudara ibu cantik itu.

Sodokan Mansur yang ganas membuat tubuh Fanny tergoncang-goncang dan tak sanggup menahan erangannya.

“Maafin Mama…maaf…Mama terpaksa!” jerit Fanny dalam hati sambil melihat tatapan polos pada mata putranya itu.

Hempasan gelombang birahi yang dahsyat itu menyebabkan Fanny akhirnya takluk dan membiarkan gelombang itu mengombang-ambingkannya. Kini Mansur mengubah sedikit posisi mereka, ia telentangkan tubuh telanjang wanita itu di ranjang, lalu menindihnya sebelum dan melanjutkan genjotan.

“Akhh…Bu Fanny…aku suka banget memekmu….akhhh!!” pria itu semakin meracau tak karuan dan terus menghunjamkan batang penisnya yang besar itu mengobrak-abrik vaginanya.
Entah beberapa lama, Fanny merasakan kalau pria itu semakin cepat saja dalam memompa penisnya lalu ia mulai dapat merasakan kalau penisnya sedang berkedut-kedut dalam vaginanya. Secara refleks Fanny pun melingkarkan kakinya mendekap pinggang pria itu, tangannya juga melingkari lehernya. Di tengah pergumulan hebat itu, sesekali bibir mereka berpagutan. Hingga akhirnya tak lama kemudian, dirasakannya cairan hangat tumpah mengisi dinding vaginanya. Tubuh Mansur mengejang dan mulutnya melenguh puas, genjotannya semakin melemah sampai beberapa detik ke depan lalu ambruk menindih tubuh Fanny.

“Mamamu udah ngecrot tuh hehehe…asyik kan tuh?!” kata Iqbal pada si kecil Herrick sambil memain-mainkan tangannya seperti bersorak, anak itu tentu tertawa-tawa saja diajak main seperti itu.

Sekali lagi perasaan malu dan bersalah menyerang ibu muda itu seiring berakhirnya klimaks dan ketika melihat anaknya yang lucu itu menatapnya dan tertawa-tawa. Entah akan seperti apa ia memandang ibunya kelak kalau saja ia mengerti apa yang disaksikannya sekarang. Walau anak seusia Herrick tidak mungkin mengerti hal-hal seperti itu namun perasaan itu terus menyerang Fanny.

“Ayo Bu! Sekarang sini sama saya!” kata Iqbal seraya merebahkan diri di samping Fanny.

“Sana Bu, layani teman saya!” Mansur mengangkat tubuhnya hingga penisnya yang masih tertancap pada vagina wanita itu terlepas, “cepat Bu, bukan bengong gitu!” lanjut pria itu setengah membentak melihatnya terdiam dan ragu.

Fanny pun dengan terpaksa menaiki tubuh Iqbal hingga posisi mereka woman on top. Dengan menahan rasa malu yang amat sangat karena melakukan di depan anaknya, ia mengarahkan penis Iqbal ke vaginanya. Ia tidak ingin menatap Herrick yang sedang menyaksikannya namun mau tidak mau ia harus sesekali harus melihat padanya guna memastikan apakah anak baik-baik saja.

“Ehe..he…Mama…Mama!” Herrick merangkak mendekatinya dan mendekap pahanya.

Fanny yang sedang naik turun di atas penis Iqbal pun merasa serbasalah. Ia sedang di tengah lautan kenikmatan merasakan tusukan penis pria itu dan tidak ingin menghentikannya dulu, dengan kata lain tanggung berhenti di tengah-tengah, namun apakah ia harus terus melanjutkan perbuatan nista ini dengan diamati dari jarak sangat dekat oleh anaknya ini? Kemudian ia merasakan sebuah tangan kasar meraih payudaranya dari samping belakang. Mansur yang gairahnya mulai naik lagi meremas lembut daging kenyal itu dan menjatuhkan ciumannya ke pundak sang ibu muda

“Sayang…jangan sekarang hhssshh…sana dulu sayang yah…aaahh!!” pintanya dengan suara lirih pada anak itu, betapa malunya saat itu hingga wajahnya merona makin merah dibuatnya.

Di sisi lain Fanny sendiri makin larut dalam kenikmatan. Ia sendiri tidak mengerti kalau ternyata permainan seks kedua bajingan ini yang liar malah semakin menyulut gairahnya. Tanpa sadar dirinya menjadi makin liar. Pantatnya ia goyang-goyangkan dengan gerakan erotis, desah kenikmatan tak berhenti terlontar dari mulutnya tanpa mampu ditahannya.

“Maaf Dry…maafin mama ya Rick…aku udah nggak tahan lagi…sekali ini saja!” jeritnya dalam hati dengan diliputi perasaan bersalah yang telah demikian bercampur baur dengan gairah liarnya.

“Tolongg…tolong letakkan dia…ssshh…di box…berikan botol susu di atas buffet itu…saya mohon…supaya saya lebih aahh…konsen dengan kalian!” pinta Fanny dekat wajah Mansur yang saat itu hendak menciumnya.

“Boleh Bu…tapi janji ya habis ini harus lebih hot pelayanannya!” pria itu ternyata cukup pengertian dan segera menggendong tubuh mungil Herrick untuk dimasukkannya ke dalam baby box dekat ranjang tempat mereka bersenggama.

Anak itu diam saja tanpa merasa takut pada pria asing yang menggendongnya itu, ia masih menatap bengong pada ibunya dengan ekspresi polos.

“Nih minum…duduk manis ya liat mamamu kita entot hehehe!” kata Mansur memberikan botol susu yang terisi setengahnya pada anak itu.

Herrick tersenyum dan meraih botol susu itu dan langsung memasukkan bagian karetnya ke mulut

“Susu…susu…minum!” celotehnya lucu.

Melihat anaknya telah berada di balik teralis baby box yang aman, Fanny merasa lega, namun tentunya itu belum berarti penderitaannya berakhir, ia masih harus melayani kedua bajingan ini hingga tuntas. Namun kini ia dapat lebih fokus memuaskan mereka, dengan menepis sejenak perasaan malu dan bersalah, ia pun mulai memvariasi gerakannya naik-turunnya dengan gerakan memutar yang membuat si cebol gelagapan. Diraihnya penis Mansur yang telah berdiri di sampingnya lalu dibawanya mendekati mulut. Tanpa malu-malu lagi, ia memasukkan penis yang telah tegang itu ke mulutnya. Dikeluarkannya semua teknik felatio yang dikuasainya untuk memuaskan pria ini. Penis itu dihisapnya walau terasa ada bau menyengat tapi ia tidak peduli. Bukan hanya mulut dan lidahnya, tangannya pun turut aktif mengocoki batang penis itu sampai pemiliknya merem-melek dibuatnya. Penis itu diputar-putarnya ke kiri dan ke kanan di dalam mulutnya sambil dihisapnya dalam-dalam, jurus yang mampu membuat suaminya ketagihan dengan servis mulutnya. Fanny semakin cepat naik-turun di atas penis Iqbal hingga tiba-tiba si cebol itu memegangi pinggangnya hingga gerakannya terhenti, ternyata ia sudah mau klimaks dan meminta Fanny untuk mengoralnya hingga keluar. Fanny pun segera menyingkirkan batang kejantanan Mansur, ia berbaring telentang lalu meraih penis si cebol yang berlutut di sampingnya. Sementara itu Mansur langsung berlutut di antara kedua belah pahanya dan menusuk vagina wanita itu dengan penisnya.

Dalam tempo beberapa menit saja, muncratlah sperma Iqbal memenuhi rongga mulut Fanny, sebagian besar tertelan dan sisanya meluber di sudut bibirnya. Semprotan kedua muncrat mengenai seluruh wajahnya dan semprotan ketiga sebagian berhasil ditangkapnya dalam mulutku, namun sebagian sukses membasahi wajahnya juga.

“Ssshhh…dibersihin Bu…iyahh gitu uuuhh asoy!” desah Iqbal menikmati lidah Fanny menjilati sisa-sisa sperma pada penisnya.

Sejak pertama kali menelan sperma salah satu mantan pacarnya waktu awal kuliah dulu, Fanny sangat menikmati menelan cairan kental berwarna putih susu itu, terlebih ketika ritual Dewi Kesuburan dulu di mana ia disemprot berliter-liter sperma, tidak peduli di bawah pelecehan maupun bukan. Setelah membersihkan penis pria cebol itu, jari lentiknya menyeka sperma yang membasahi wajahnya dan dijilatinya setiap jari untuk mendapatkan sperma yang tercecer itu. Fanny mengemut jari-jarinya sendiri sambil mendesah menikmati sodokan-sodokan Mansur yang semakin cepat. Sesuai dugaan, pria ini sebentar lagi pasti off, tidak lama kemudian otot-otot penis pria itu makin tegang pertanda spermanya udah di ujung penis. Fanny memandang ke bawah antara kedua kakinya yang terpentang lebar dengan batang kemaluan yang besar dari pria itu terbenam disela-sela rambut hitam kemaluannya, pandangannya terus menyapu tubuh pria itu yang telah berkeringat dan otot-ototnya menegang. Melihat pemandangan itu, tiba-tiba suatu perasaan kenikmatan yang dahsyat melandanya, yang membuat tubuhnya bergetar hebat dan mengantarnya ke orgasme yang dahsyat.

“Aaghh.. oohh… benar-benar nikmat..!” keluhnya.

Terasa badannya melayang-layang, sungguh suatu kenikmatan yang tidak terlukiskan.

“Aagghh..!” gerakan Fanny yang liar pada saat mengalami orgasme itu agaknya membuat Mansur merasa nikmat juga disebabkan otot-otot vagina Fanny berdenyut-denyut dengan kuat meremasi penisnya.

“Aahhh…anjrit!!” Mansur mengerang panjang sambil menekan dalam-dalam penisnya.

Cairan hangat terus keluar dari dalam penisnya membasahi rongga-rongga di dalam vagina wanita itu. Tubuh Fanny meliuk-liuk dan bergetar dengan hebat kedua kaki dilingkarkan erat erat pada pinggang pria itu.

Mansur terus menekan batang kemaluannya sehingga klitoris Fanny ikut tertekan dan hal ini makin memberikan kenikmatan ekstra, tubuh ibu muda itu bergetar lagi merasakan rangsangan dahsyat tersebut. Setelah menuntaskan hajatnya, Mansur mengeluarkan penisnya dari vagina Fanny dan rebah di sebelah kanannya. Sementara itu Fanny terbaring lemas dengan kaki terbuka lebar sehingga sperma yang tertumpah di vaginanya mengalir di bibir-bibir vaginanya yang masih berdenyut-denyut, nafasnya yang terengah-engah membuat payudaranya turut bergerak naik-turun. Si kecil Herrick menyaksikan semua itu dari sudut kamar di dalam boks bayinya, ia memandang dengan tatapan tidak berdosa tidak menyadari bahwa ibunya sedang diperkosa. Fanny tidak tahu apakah ia harus menyesal atau merasa puas karena terus terang ia baru saja mereguk kenikmatan seks yang luar biasa walaupun itu dengan cara dilecehkan oleh dua orang petugas kebersihan dari tempat kerja suaminya dan di hadapan anaknya sendiri. Kedua pria bejat itu tertawa puas memandangi wanita cantik itu terkulai lemas.

“Hari ini segini dulu Bu…besok kita dateng lagi ya kan Bapak juga belum pulang” kata Mansur.

“Iya harusnya ibu terima kasih ke kita yang bikin ibu ga kesepian hehehe!” timpal si cebol dengan nada melecehkan.

Fanny diam saja, ekspresi marah nampak pada wajahnya tapi ia tak berani memandang pada mereka karena merasa malu dengan apa yang baru saja dialaminya, ia juga masih terlalu lelah untuk bergerak dan bersuara. Namun melihat mereka mulai beres-beres membuatnya sedikit banyak merasa lega, pemerkosaan ini sudah berakhir, ya setidaknya untuk hari ini. Setelah keduanya pergi, ia mencoba mengangkat badannya dengan tenaga yang sudah terkumpul. Air matanya masih mengalir, selain merasa sakit secara fisik, aku juga merasa sangat terhina dengan semprotan sperma pada sekujur tubuhnya. Perlahan ia mencoba bangkit turun dari ranjang, tapi ketika berdiri, kedua kakinya masih terasa gemetaran, vagina pun masih terasa nyeri sehingga ia kembali rebahan di ranjang. Kelihatannya perlu beristirahat barang sebentar lagi untuk memulihkan kondisinya.

“Iya Rick…sebentar ya, Mama istirahat dulu” sahutnya lemas sambil matanya memandang anaknya di boks bayi yang berceloteh memanggilnya.

Seperti yang telah diduga, hari itu bukanlah terakhir kalinya kedua pria bejat itu melampiaskan nafsu binatangnya pada Fanny. Keesokan harinya setelah jam kerja mereka datang lagi dan menagih jatah syahwat padanya. Di bawah ancaman skandalnya akan disebarluaskan, Fanny pun tidak berdaya menolak mereka, ia harus rela tubuhnya dijarah keduanya. Rupanya mereka tidak menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan ketika suaminya tidak ada untuk memperkosa ibu muda itu di rumahnya sendiri dengan berbagai gaya dan cara. Hari demi hari Fanny terus berharap suaminya cepat pulang agar mereka tidak datang mengganggunya lagi. Hingga memasuki hari keenam, pukul lima sore, Fanny menanti dengan berdebar-debar kedatangan mereka, keduanya telah memperingatkan jangan coba-coba menghindar kalau tidak mau lebih dipersulit. Waktu telah menunjukkan hampir jam tujuh tapi mereka belum datang juga. Ketika itu ia sedang menunggu sambil menonton TV di ruang tengah bersama si kecil Herrick yang telah tertidur di pangkuannya. Ia sengaja menidurkannya dulu anak itu agar tidak menyaksikannya diperkosa. Tiba-tiba sebuah siaran berita di TV membuatnya tertegun.

“Kecelakaan lalu lintas sore tadi pukul 17.42 WIB telah menewaskan dua orang pengendara motor. Saksi mata menyebutkan bahwa sepeda motor itu mencoba mendahului sebuah angkot, namun terserempet oleh sebuah Suzuki Carry yang melaju kencang dari arah berlawanan hingga terjatuh lalu terlindas sebuah sedan Inova yang datang dari belakang. Pengendara motor yang diidentifikasi bernama Mansur tewas seketika di tempat dan temannya yang dibonceng bernama Iqbal meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit akibat luka-lukanya……”

Berita ini membuat Fanny tertegun dan merasa lega, lokasi kecelakaan itu terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya, mereka pastilah hendak mendatanginya ketika itu.

“Ini karma atas perbuatan kalian” Fanny berkata dalam hati sambil terus menyimak berita.

Perhatiannya baru teralihkan saat Herrick mulai membuka matanya dan sedikit merengek. Ia mematikan tombol off pada remote TV dan menggendong putranya.

“Yuk kita tidur yang bener di kamar!” katanya lembut sambil membelai rambut anak itu.

Dibawanya anak itu ke kamar dan disusui sambil berbaring hingga tertidur. Malam ini Fanny sungguh puas dan plong karena akhirnya ia bisa terbebas dari kedua pria mesum itu. Ia sendiri akhirnya mengantuk dan tertidur pulas sambil memeluk buah hatinya.

############################

Keesokan harinya, pukul 14.22

Fanny sudah mau tidur siang setelah mencuci piring dan peralatan makan. Hari ini adalah hari yang dinantinya, Andry pulang tapi sayangnya pagi tadi ia mendapat SMS bahwa pesawat di delay sehingga mungkin suaminya itu sampai rumah petang atau mungkin malam. Hatinya terasa ringan karena beban berat yang membelengunya selama beberapa hari terakhir ini lepas sudah. Baru saja mau menuju ke kamar tiba-tiba terdengar suara gembok gerbang depan dibuka, hatinya langsung waswas. Siapa gerangan? Malingkah? Karena Andry baru akan pulang sore nanti. Sebelum langkahnya sampai ke pintu depan untuk melihat, tiba-tiba pintu membuka, cklik…brek! Saat itu, Fanny melihat pria yang dicintainya sekaligus telah dikhianatinya selama kepergiannya, suaminya Andry. Betapa ia merindukan kehadirannya sehingga ia tidak terbengong dan tidak bisa berkata-kata selama beberapa saat, begitu pula Andry yang menatap istrinya dalam-dalam dan menjatuhkan kopernya ke lantai.

“Say…” itu yang keluar dari mulut Fanny setelah saling tatap selama beberapa detik, “kamu bilang pulangnya telat kan?”

“Iya…gua mau kasih surprise buat lu Fan, gua juga kangen banget sama lu!” kata Andry sambil menghampiri istrinya yang cantik itu.

“Teganya kamu…plak!” tiba-tiba Fanny menampar pipi suaminya itu, “tolong jangan bohongin gua kaya gini lagi, gua bener-bener kangen sama kamu say! Huhuhu….!” Ia langsung mendekap Andry dan menangis terisak-isak di bahunya.

“Fan…kamu kenapa?” tanya Andry sedikit bingung dengan tingkah istrinya.

“Jangan tinggalin gua lagi say…please jangan…huhuuu…gua bener-bener ga tahan jauh dari lu….gua sayang banget!” Fanny memeluknya makin erat dan menangis sejadi-jadinya.

Dengan penuh kasih Andry mengelus-elus rambut dan punggung istrinya serta melupakan rasa panas pada pipinya yang barusan ditampar. Ia menenangkan Fanny yang menangis makin mengguguk. Setelah istrinya mulai tenang, diangkatnya wajahnya dan ditatapnya dekat.

“Herrick mana say?” tanyanya lembut

“Tidur, udah setengah jam-an” jawab Fanny masih sedikit terisak.

Wajah Andry makin mendekat…dekat…hingga bibir mereka bertemu dan saling kulum melepas kerinduan dalam diri mereka.

Bulan bersinar penuh dan bunga plum bermekaran,

saat itulah cinta bergelora bagaikan gelombang di laut timur.

Perpisahan sehari bagaikan ribuan tahun,

saat bertemu jantung pun berpacu.

Sungguh kekuatan cinta adalah misteri yang abadi.

Di ruang itu pula, kedua insan yang dimabuk cinta dan rindu itu sangat bergairah. Mereka bercumbuan sambil melepas pakaian masing-masing dan pasangannya. Dalam ketergesaan mereka bercinta dengan panasnya tanpa sempat lagi menanyakan kabar masing-masing selama berpisah. Sebuah puisi klasik China anonim berjudul “Lagu dari Negeri Selatan” sangat tepat menggambarkan percintaan itu.

Tubuh basah oleh keringat, mereka bermain awan dan hujan.*

Kakinya di pundak sang lelaki, alisnya mengernyit bergairah.

Liar seliar-liarnya, ia memekik dalam nikmat.

Lidahnya saat dirasakan pertama kali, bak madu atau gula,

yang rasanya lama tersisa.

Malam harinya, setelah si kecil tidur, mereka pun mandi bersama berendam di bathtub.

“Say…” panggil Fanny mesra dalam dekapan suaminya, wajahnya menengok ke belakang dan menatap wajah Andry, “kalau gua melakukan kesalahan dalam hidup ini, apa lu masih sayang sama gua?”

Sambil membelai buah dada istrinya dengan lembut, Andry menjawab, “Fan…kenapa lu harus ngomong gitu, gua sayang lu bukan karena kecantikan lu semata, tapi karena karakterlu yang kuat. Gua tau lu udah gak perawan waktu kita merid dulu, tapi apa gua pernah ngungkit-ngungkit itu? Lu itu bagian dari hidup gua Fan, gua sayang banget sama lu, sama Herrick juga, yang lalu biarlah berlalu, ok” habis berkata Andry mengecup leher istrinya.

Tiba-tiba terdengar ringtone SMS masuk dari ponsel. Andry meraih ponselnya yang diletakkan di dekat bathtub dan melihat pesan yang masuk. Ia mengernyitkan dahi sebentar lalu kembali menaruh ponsel itu.

“Siapa say? Bukan panggilan mendadak dari kantor kan?” tanya Fanny

“Nggak, ini Pak Adi ngasih tau katanya dua petugas kebersihan di kantor meninggal kecelakaan,

di dekat rumah kita ya ternyata lokasinya, ck..ck…nasib orang ga ada yang tau ya?”

“Kalau itu tidak terjadi, mungkin malam ini kamu akan pulang dan menemukan mereka sedang memperkosa istrimu” kata Fanny dalam hati yang diam-diam merasa senang.

Fanny hanya menghela nafas menanggapinya, tidak tahu harus berkata apa. Tak lama kemudian mereka kembali terlibat percintaan sebentar di bathtub sebelum akhirnya naik ke ranjang dan tidur berpelukan dengan mesra.

“Thanks Dry…gua bersyukur banget gua yang kotor ini bisa dapetin lu” kata Fanny dalam hati sambil mengecup pipi Andry yang telah terlelap duluan.

##########################

Sembilan hari kemudian

Di sebuah kompleks villa mewah di pinggiran kota, pukul 13.25

Hari itu sedang digelar resepsi pernikahan di taman yang merupakan salah satu fasilitas di kompleks villa elite itu. Acara yang berupa garden party tersebut adalah pernikahan Dr. Bella, salah satu teman Fanny, termasuk skala menengah, dihadiri sekitar 400 undangan lebih. Gaun terusan selutut berwarna biru muda bermotif floral membalut tubuh langsing Fanny. Gaun yang tanpa lengan itu memperlihatkan kulit lengannya yang putih mulus dan potongan dadanya yang rendah berbentuk V itu memperlihatkan sedikit belahan dadanya yang membuat setiap pria tergiur dan membuat iri para wanita seusianya yang tidak menyangka ia telah mempunyai anak. Fanny datang berdua dengan Andry sementara Herrick dititipkan pada mertuanya atau orang tua Andry. Di tengah pesta keduanya terlihat menyantap hidangan sambil mengobrol akrab dengan beberapa undangan lain yang sebagian merupakan teman di masa kuliah dulu. Sedang asyik bercengkerama Fanny mendapat SMS masuk di ponselnya. Agak aneh, SMS itu dari Bella sang pengantin, yang memang lima belas menit sebelumnya terlihat meninggalkan acara dengan wajah agak muram, sepertinya ia tidak enak badan dan ingin istirahat sebentar di kamarnya, sementara suaminya sibuk menyambut ucapan selamat undangan yang menghampirinya. Bella memanggilnya untuk datang ke kamarnya dengan alasan ingin ditemani sekalian curhat.

“Say…gua ke kamar pengantin di paviliun barat sebentar ya, gak tau kenapa Bella manggil nih mau curhat katanya, ya kita kan udah lama gak ketemu juga kali”

“Of course say…have your time girls, gua disini aja kok ga kemana-mana” Andry yang asyik terlibat pembicaraan seputar bisnis dengan beberapa hadirin dengan mudah mengiyakannya.

Ia pun menyusuri koridor yang menuju tempat yang dimaksud, tempat itu terbilang indah dengan pilar-pilar yang berukiran gaya Yunani kuno dan tamannya yang asri, suami Bella tentulah termasuk golongan atas karena mampu membiayai pesta di tempat ini.

“Bu Fanny ya?” sebuah suara dari belakang sedikit membuatnya terkejut ketika sedang mencari yang mana kamar pengantin.

“Eeenngg…iya bener…bapak…?” Fanny memandang heran pada pria gemuk yang rambut botak di bagian depan yang tiba-tiba memanggilnya dari belakang.

“Hehe…saya Parjo, penjaga villa di sini, Ibu cari kamar penganten kan? Ayo saya anter, Bu Bella tadi udah pesan ke saya” ajaknya.

“Nah ini Bu kamar pengantinnnya, Bu Bella di dalam kok!” kata pria itu sesampainya di depan sebuah pintu berhiaskan kain-kain pink di sisinya.

“Bel…Bella…ini gua dateng nih!” Fanny mengetuk pintu dan memanggil ke dalam.

“Masuk aja Bu, ga dikunci kok, masih istirahat kali Bu Bella-nya” pria itu membukakan pintu yang ternyata tidak dikunci.

“Bel…Bell…lu disini?” panggilnya dengan setengah suara, ia tidak menyadari pria itu diam-diam mengunci pintu.

Samar-samar terdengar suara gumaman dan lenguhan pelan, arahnya dari dalam sana dimana terletak ranjang pengantin.

“Bel….are you okay?” tanya Fanny melangkah menuju sumber suara.

Betapa terkejutnya ia ketika melihat di ranjang itu Bella yang masih memakai gaun pengantinnya sedang duduk di tepi ranjang sambil mengisap penis seorang pria setengah baya dengan rambut beruban agak berantakan dan berkumis lebat. Mata Bella memandang sayu dengan penuh perasaan bersalah padanya ketika Fanny masuk mendapatinya dalam keadaan seperti ini.

“Hahaha…Non Fanny, gak kerasa udah lebih dari lima tahun tapi tetap cantik aja…inget saya kan Non?” sapa pria itu, “Non berdua gak nyangka kan kita sekarang kerja di sini jadi penjaga, dunia ini sempit kan?”

“Tidak…tidak mungkin!” Fanny menatap kaget seolah tak percaya, kakinya terasa lemas sekali seolah tidak sanggup lagi untuk berdiri, tiba-tiba sebuah tangan gempal mendekapnya dari belakang.

Ya…pria setengah baya yang penisnya sedang dioral Bella itu adalah Pak Hasan, jawara desa tempat Bella dan Fanny KKN waktu kuliah dulu, ia pernah menggarap Bella dengan cara menjebaknya dan Fanny ketika ritual Dewi Kesuburan. Sedangkan Parjo dulunya adalah hansip desa yang pernah ikutan mengerjai Bella bersama Pak Hasan dulu. Merekalah yang memaksa Bella memancing Fanny masuk ke kamar ini ketika melihatnya di antara para undangan, Bella yang tidak berdaya menolak terpaksa menuruti saja keinginan mereka.

#############################

Di kebun

Sebuah SMS masuk ke ponsel Andry, ia melihat SMS itu datang dari istrinya sendiri, Fanny. Isinya:”Say tunggu sebentar ya…gua masih di kamar Bella, mungkin setengah jam lagi keluar bareng, ga usah cariin tar gua ke tempat lu, I luv U” Dengan tersenyum kecil Andry memasukkan kembali ponselnya ke saku bajunya sementara terlihat di seberang sana suami Bella juga sibuk mengobrol.

############################

Di kamar pengantin

“Hehehe…udah kan Bu ngabarin suaminya?” kata Parjo yang tinggal memakai pakaian atasnya.

Saat itu ia tengah menggenjot Fanny dalam posisi doggie di atas sofa. Pakaian Fany telah terbuka sana-sini, bagian bawahnya telah tersingkap hingga pinggang dan celana dalamnya telah berada di lantai dan bagian atasnya telah dipeloroti sehingga buah dadanya yang montok itu terlihat berayun-ayun saat digenjot pria itu.

“Uuuu…yah…udah Pak!” jawab Fanny sambil mengangguk lemah, ia meletakkan kembali ponselnya di meja kecil sebelah sofa itu, lalu ia menyambut mulut pria itu yang melumat bibirnya.

Sementara di ranjang pengantin sana, Bella sedang naik turun di atas pangkuan Pak Hasan, ia masih memakai gaunnya hanya saja kembennya telah dibuka sehingga pria itu dapat mengenyotinya sambil menikmati goyangan-goyangannya. Dibalik rok gaun itu penis Pak Hasan sedang mengaduk-aduk vagina Bella. Tidak seorangpun menyangka apa yang terjadi di balik kamar pengantin saat sedang berlangsungnya perayaan di hari bahagia sang pengantin, termasuk suami-suami para wanita malang itu.